Petani Kopi Gayo Lues (Aceh) Beradaptasi Lewat Teknologi Pengolahan: Dari Lahan ke Pasar Dunia

Oleh Minda Rahayu Khairi, S.Pd. Gr

Di lereng-lereng sejuk Gayo Lues, Aceh, kopi bukan sekadar tanaman ia adalah warisan, kebanggaan budaya, dan sumber penghidupan masyarakat, Namun dalam beberapa tahun terakhir, petani kopi menghadapi berbagai tantangan: cuaca ekstrem, harga jual yang fluktuatif, serta persaingan pasar yang semakin ketat. Di tengah situsi itu, sejumlah petani mulai berinovasi dengan memanfaatkan teknologi pengolahan kopi pasca panen untuk bertahan dan berkembang.

Saya merupakan salah satu petani kopi arabika dan Robusta di Kecamatan Blangpegayon, dulu saya hanya menjual kopi dalam bentuk cherry (biji kopi segar) ke pengepul lokal dengan harga rendah. Namun sejak bergabung dalam kelompok tani, Lembaga Swadaya Masyarakat dan mengikuti pelatihan pengolahan kopi, saya mulai mengolah hasil panennya sendiri menggunakan teknologi sederhana seperti pulper machine (alat pengupas kulit kopi).

Petani Gayo lues juga menggunakan aplikasi pertanian berbasis digital, aplikasi ini menyediakan prakiraan cuaca harian tingkat kelembapan udara, hingga potensi hujan di daerah tersebut, informasi ini berguna untuk menetukan waktu penanaman, pemupukan serta penyemprotan hama agar lebih tepat sasaran, guna mengurangi gagal panen akibat cuaca esktrem.

“Dulu kami tidak tahu kenapa kopi kami sering ditawar murah, Ternyata kualitas pasca panen sangat memengaruhi harga. Sekarang, dengan teknologi ini, saya bisa sortir biji, keringkan secara merata, dan hasilnya kopi kami dinilai lebih baik dan berkualitas oleh pembeli,”.

Kini. Saya menerapkan metode full wash dan honey process menggunakan sistem fermentasi terkontrol. Saya juga menggunakan moisture meter digital untuk memastikan kadar air kopi di bawah standar ekspor (12%). untuk biji kopi kering, kadar air yang tepat ini krusial untuk mencegah pertumbuhan jamur pada kopi yang terlalu lembap dan menjaga kualitas rasa serta aroma kopi agar tidak terlalu kering. Untuk kopi bubuk, standar maksimal kadar air adalah 7%.  Selain itu, saya memanfaatkan media sosial untuk memasarkan produk kopinya langsung ke pembeli, bahkan menerima pesanan dari kafe di Medan dan Jakarta dan membuat konten Youtube untuk mengenalkan kopinya dan menambah penghasilan.

Tak hanya berhenti di situ, kelompok tani binaan saya juga memanfaatkan alat roasting kecil untuk menghasilkan kopi bubuk siap seduh. Mereka menciptakan merek lokal sendiri dan menjualnya di pasar wisata dan toko oleh-oleh Aceh. Dengan nilai tambah ini, penghasilan petani meningkat dan mereka tidak lagi sepenuhnya bergantung pada tengkulak.

Pemerintah daerah dan koperasi turut mendukung dengan menyediakan fasilitas pengolahan bersama, pelatihan cupping (uji cita rasa), hingga bantuan mesin roasting skala kecil Hal ini membuka jalan bagi petani muda Gayo Lues untuk melihat bahwa bertani kopi bukan pekerjaan tradisional semata, tetapi peluang bisnis yang bisa menembus pasar global.

“Festival Kopi Gayo” dan “Cup of Excellence (COE)” merupakan acara kopi yang diadakan di wilayah Gayo, dalam acara ini masyarakat Gayo lues mengadakan lomba berupa Cupping (uji cita rasa), manual brew dan latte, salah satu tujuanya agar warisan budaya tidak pernah luntur dari masa ke masa dan masyarakat Gayo lues selalu antusias untuk mengikutinya.

“Kalau dulu kami hanya petani, sekarang kami juga pengusaha kecil. Dari tanam sampai kemas, semua kami kelola sendiri. Teknologi mengubah cara kami melihat kopi,”.

Saat ini kopi Gayo Lues terutama varietas arabika. Kopi yang berasal dari dataran tinggi Gayo ini sudah terkenal memiliki cita rasa khas yang halus dan kompleks dengan keasaman rendah dan aroma rempah yang lembut, menjadikannya salah satu kopi premium bukan hanya di dalam negeri tetapi juga di dunia.

Bagiku kopi bukan hanya soal rasa tetapi juga alat utama kehidupan yang bisa membawaku sampai ke perguruan tinggi, mengemban ilmu yang luas, bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, aku hanya ini meneruskan warisan ini dan semoga kopi dan budaya selalu tetap berjalan beriringan dari masa ke masa.

Di tengah tantangan global dan iklim yang tak menentu, para petani kopi Gayo Lues membuktikan bahwa dengan semangat belajar dan pemanfaatan teknologi, mereka tidak hanya mampu bertahan tetapi juga bangkit dan bersaing di pasar yang lebih luas.

Share the Post: